Senin, 26 Agustus 2013

Teori - Teori Atom Menurut Para Ahli


Teori – Teori Atom Menurut Para

Model Atom Dalton
Kelemahan teori atom Dalton
Pada perkembangan selanjutnya ditemukan berbagai fakta yang tidak dapat dijelaskan oleh teori tersebut, antara lain :
a. Tidak dapat menjelaskan sifat listrik materi.
b. Tidak dapat menjelaskan cara atom-atom saling berikatan.
c. Model atom  Dalton tidak dapat menjelaskan perbedaan antara atom unsur yang satu dengan unsur yang lain.

Kelemahan –kelemahan tersebut dapat dijelaskan setelah ditemukan beberapa partikel penyusun atom, seperti elektron ditemukan oleh Joseph John Thomson tahun 1900, penemuan partikel proton oleh Goldstein tahun 1886.
Kelebihan teori atom Dalton
Dapat menerangkan Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier)
 Dapat menerangkan Hukum Perbandingan Tetap (Hukum Proust)
Gambar :

Description: C:\Users\Asus\Downloads\atom dalton.jpg
Model Atom Thomson
Kelebihan Teori Atom Thomson
Membuktikan adanya partikel lain yang bermuatan negatif dalam atom. Berarti atom bukan merupakan bagian terkecil dari suatu unsur.

Kelemahan Teori Atom Thomson
Model Thomson ini tidak dapat menjelaskan susunan muatan positif dan negatif dalam bola atom tersebut.

Gambar :
Description: C:\Users\Asus\Downloads\atom thomson.jpg


Model Atom Menurut Rutherford

Kelebihan Teori Atom Rutherford
Membuat hipotesa bahwa atom tersusun dari inti atom dan elektron yang mengelilingi inti

Kelemahan Teori Atom Rutherford

Tidak dapat menjelaskan mengapa elektron tidak jatuh ke dalam inti atom. Berdasarkan teori fisika, gerakan elektron mengitari inti ini disertai pemancaran energi sehingga lama - kelamaan energi elektron akan berkurang dan lintasannya makin lama akan mendekati inti
dan jatuh ke dalam inti Ambilah seutas tali dan salah satu ujungnya Anda ikatkan sepotong kayu sedangkan ujung yang lain Anda pegang. Putarkan tali tersebut di atas kepala Anda. Apa yang terjadi? Benar. Lama kelamaan putarannya akan pelan dan akan mengenai kepala Anda karena putarannya lemah dan Anda pegal memegang tali tersebut. Karena Rutherford adalah telah dikenalkan lintasan/kedudukan elektron yang nanti disebut dengan kulit.

Gambar :
Description: C:\Users\Asus\Downloads\atom rutherford.jpg


Model Atom Niels Bohr

Kelebihan Teori Atom Bohr 
Keberhasilan teori Bohr terletak pada kemampuannya untuk meeramalkan garis-garis dalam spektrum atom hidrogen.
Salah satu penemuan adalah sekumpulan garis halus, terutama jika atom-atom yang dieksitasikan diletakkan pada medan magnet 

Kelemahan Teori Atom Bohr
Struktur garis halus ini dijelaskan melalui modifikasi teori Bohr tetapi teori ini tidak pernah berhasil memerikan spektrum selain atom hydrogen.
Belum mampu menjelaskan adanya stuktur halus(fine structure) pada spectrum, yaitu 2 atau lebih garis yang sangat berdekatan.
Belum dapat menerangkan spektrum atom kompleks Itensitas relatif dari tiap garis spektrum emisi. Efek Zeeman, yaitu terpecahnya garis spektrum bila atom berada dalam medan magnet.
Gambar :
Description: C:\Users\Asus\Downloads\atom niels bohr.jpg Semoga bermanfaat...

Kamis, 22 Agustus 2013

JKT48 - Yuuhi Wo Miteiru Ka


Zaman Batu




ZAMAN BATU

Zaman prasejarah berdasarkan arkeologi dibedakan menjadi zaman batu dan zaman logam. Berdasarkan hasil temuan alat-alat yang digunakan dan dari cara pengerjaannya, maka zaman batu terbagi menjadi empat, yaitu

1. zaman batu tua atau kebudayaan Palaeolithikum.
2. zaman batu madya atau kebudayaan Mesolithikum
3. zaman batu muda atau kebudayaan Neolithikum
4. zaman batu besar Megalithikum.
Dengan berkembangnya tingkat berpikir manusia, maka manusia tidak hanya menggunakan bahan-bahan dari batu untuk membuat alat-alat kehidupannya, tetapi juga mempergunakan bahan dari logam, yaitu perunggu dan besi untuk membuat alat-alat yang diperlukan.

A. Zaman Paleolithikum
Paleolithikum  berasal dari kata Palaeo artinya tua,  dan Lithos  yang artinya batu sehingga zaman ini disebut zaman batu tua. Hasil kebudayaannya banyak ditemukan di daerah Pacitan dan Ngandong Jawa Timur.
Para arkeolog sepakat untuk membedakan temuan benda-benda prasejarah di kedua tempat tersebut, yaitu sebagai kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanya sebagai tempat menggenggam. Daerah penemuan kapak perimbas atau kapak genggam selain di Pacitan Jawa Timur juga ditemukan di daerah-daerah lain, seperti Jampang Kulon, Parigi Jawa Timur, Tambang Sawah, Lahat, dan Kalianda Sumatra, Awang Bangkal Kalimantan, Cabenge Sulawesi, Sembiran dan Terunyan Bali.
Di sekitar daerah Madiun Jawa Timur ditemukan kapak genggam dan alat-alat dari tulang dan tanduk. Alat-alat dari tulang tersebut bentuknya ada yang seperti belati dan ujung tombak yang bergerigi pada sisinya. Adapun fungsi dari alat-alat tersebut adalah untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah, serta menangkap ikan.
Di daerah Ngandong juga ditemukan alat-alat lain berupa alat-alat kecil terbuat dari batu yang disebut dengan flakes atau alat serpih. Flakes terbuat dari batu biasa dan ada juga yang dibuat dari batu-batu indah berwarna seperti calsedon.
Alat yang bernama flakes mempunyai fungsi sebagai alat untuk menguliti hewan buruannya, mengiris daging atau memotong umbi-umbian. Fungsinya seperti pisau pada masa sekarang. Flakes ditemukan di daerah-daerah seperti Sangiran, Pacitan, Gombong, Parigi, Jampang Kulon, Ngandong, Mangeruda Flores, Cabbenge Sulawesi, Wangka, Soa, Lahat Sumatra, dan Batturing Sumbawa.

Temuan arkeologis pada zaman Paleolithikum didukung oleh temuan manusia purba sebagai berikut.
1)      Meganthropus Palaeojavanicus, manusia purba ini dianggap sebagai manusia tertua yang hidup di Jawa kira-kira 2-1 juta tahun yang lalu. Rahangnya mirip kera diperkirakan terus berevolusi. Fosil manusia yang memiliki rahang besar ini ditemukan pada 1941 di Desa Sangiran, lembah Sungai Bengawan Solo oleh Von Koenigswald.
2)     Pithecanthropus Robustus dan Pithecanthropus Mojokertensis ditemukan 1936 di lembah Kali Berantas oleh Von Koenigswald.
3)     Pithecanthropus Erectus ditemukan 1890 di Desa Trinil, lembah Bengawan Solo oleh E. Dubois.
4)     Homo Soloensis dan Homo Wajakensis ditemukan antara 1931-1934 di Solo dan Wajak.

B. Zaman Mesolithikum
Mesolithikum berasal dari kata Meso yang artinya tengah dan Lithos  yang artinya batu sehingga zaman ini dapat disebut zaman batu tengah.
Ciri kebudayaan Mesolithikum tidak jauh berbeda dengan kebudayaan Palaeolithikum. Namun pada masa Mesolithikum, manusia yang hidup sudah ada yang menetap sehingga kebudayaan Mesolithikum sangat menonjol dan sekaligus menjadi ciri dari zaman ini yang disebut dengan kebudayaan Kjokkenmoddinger dan Abris sous Roche.
Kjokkenmoddinger yaitu istilah yang berasal dari bahasa Denmark, yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah. Jadi, Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Kjokkenmoddinger dapat diartikan juga timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah menjadi fosil.
Kjokkenmoddinger ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatra, yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut, menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V.Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak ditemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper, yakni kapak genggam Palaeolithikum.
Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble atau kapak Sumatra sesuai dengan lokasi penemuannya, yaitu di Pulau Sumatra. Pebble bentuknya dapat dikatakan sudah agak sempurna dan sudah mulai halus. Bahan untuk membuatnya berasal dari batu kali yang dipecah-pecah. Selain pebble dalam Kjokkenmoddinger juga ditemukan sejenis kapak, tetapi bentuknya pendek seperti setengah lingkaran yang disebut dengan Hache Courte atau kapak pendek. Di dalam Kjokkenmoddinger juga ditemukan fosil manusia yang berupa tulang belulang, pecahan tengkorak dan gigi. Meskipun tulang-tulang tersebut tidak memberikan gambaran yang lengkap, dari hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa manusia yang hidup pada masa Mesolithikum adalah jenis Homo Sapiens.
Selain Kjokkenmoddinger, ciri lain yang sangat menonjol dari zaman Mesolithikum seperti yang disebut di atas adalah Abris sous Roche. Abris Sous Roche adalah gua-gua yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan tahun 1928 – 1931 oleh Dr. Van Stein Callenfels di gua Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur.

Alat-alat yang ditemukan pada gua tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa zaman Mesolithikum sesungguhnya memiliki tiga corak kebudayaan yang terdiri dari:
1) Kebudayaan pebble atau pebble culture di Sumatra Timur.
2) Kebudayaan tulang atau bone culture di Sampung Ponorogo.
3) Kebudayaan flakes atau flakes culture di Toala, Timor dan Rote
Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah Teluk Tonkin, daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, ditemukan pusat pebble dan kapak pendek yang berasal dari Pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara.
Namun, di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes, bahkan di Pulau Luzon Filipina juga ditemukan flakes.

C. Zaman Neolithikum
Neolithikum berasal dari kata Neo yang artinya baru dan Lithos  yang artinya batu.
Neolithikum berarti zaman baru, hasil kebudayaan yang terkenal pada zaman Neolithikum ini adalah jenis kapak persegi dan kapak lonjong. Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium.
Kapak persegi tersedia dalam berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai cangkul. Adapun yang ukuran kecil disebut dengan Tarah atau Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat. Bahan untuk membuat kapak tersebut selain dari batu biasa, juga dibuat dari batu api atau chalcedon. Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari calsedon hanya dipergunakan sebagai alat upacara keagamaan, azimat, atau tanda kebesaran.
Kapak persegi masuk ke Indonesia melalui jalur barat dan daerah penyebarannya di Indonesia adalah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Kapak persegi sebetulnya berasal dari daratan Asia. Di Indonesia banyak ditemukan pabrik atau tempat pembuatan kapak tersebut yaitu di Lahat Sumatra Selatan, Bogor, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, Pacitan serta lereng selatan Gunung Ijen Jawa Timur.
Pada waktu yang hampir bersamaan dengan penyebaran kapak persegi, di Indonesia Timur juga tersebar sejenis kapak yang penampang melintangnya berbentuk lonjong sehingga disebut kapak lonjong.
Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar, dan Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia sehingga para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum Papua.

Selain berkembang kapak persegi dan kapak lonjong, pada zaman Neolithikum juga terdapat barang-barang yang lain seperti perhiasan, gerabah, dan pakaian. Perhiasan yang banyak ditemukan umumnya terbuat dari batu, baik batu biasa maupun batu berwarna atau batu permata atau juga terbuat dari kulit kerang. Adapun  gerabah, baru dikenal pada zaman Neolithikum, dan teknik pembuatannya masih sangat sederhana karena hanya menggunakan tangan tanpa bantuan roda pemutar seperti sekarang.
Pakaian yang dikenal oleh masyarakat pada zaman Neolithikum dapat diketahui melalui suatu kesimpulan penemuan alat pemukul kayu di daerah Kalimantan dan Sulawesi Selatan. Hal ini berarti pakaian yang dikenal pada zaman Neolithikum berasal dari kulit kayu. Dan, kesimpulan tersebut diperkuat dengan adanya pakaian suku Dayak dan suku Toraja, yang terbuat dari kulit kayu.

D. Zaman Megalithikum
Megalithikum atau zaman batu besar diperkirakan berkembang sejak zaman batu muda sampai zaman logam. Ciri utama pada zaman megalithikum adalah manusia yang hidup pada zamannya sudah mampu membuat bangunan-bangunan besar yang terbuat dari batu. Banyak terdapat bangunan-bangunan besar terbuat dari batu ditemukan khususnya yang berkaitan dengan kepercayaan mereka seperti sarkofagus, kubur batu, punden berundak, arca, menhir, dan dolmen.

Berikut merupakan hasil kebudayaan Megalithikum beserta ciri dan fungsinya serta tempat ditemukannya.
1)   Sarkofagus; benda ini berupa batu utuh yang terdapat tutupnya, fungsinya sebagai keranda penyimpan mayat, banyak ditemukan di daerah Bali.
2)   Menhir; benda ini memiliki ciri-ciri seperti tugu atau tiang batu yang tungga atau kelompok, fungsinya sebagai tempat pemujaan. Adapun tempat ditemukannya di Paseman Sumatra Selatan dan Sulawesi Tengah.
3)   Dolmen; benda ini berupa meja yang terbuat dari batu fungsinya sebagai tempat sesajen. Adapun tempat ditemukannya di Cipari Kuningan, Pasemah dan Nusa Tenggara.
4)   Punden berundak-undak; benda ini berupa susunan batu bertingkat yang berfungsi sebagai tempat pemujaan, ditemukan di Lebak Sibedug dan Bukit Hyang Jawa Timur.
5)   Arca Batu; benda ini berupa patung manusia dan binatang yang berfungsi sebagai bentuk penghormatan terhadap tokoh yang disukai, ditemukan di daerah Lampung, Pasemah, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
6)    Pandhusa; benda ini berupa meja batu yang kakinya tertutup rapat berfungsi sebagai kuburan, ditemukan di Bondowoso dan Besuki Jawa Timur.